KHILAFA AR-RASHIDUN ALI BIN ABI THALIB
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ali bin Abi Thalib ra adalah khalifah ke
empat dari kekhalifahan islam. Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah
setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan ra dalam peristiwa pembunuhan
yang terjadi dirumah khalifah Usman bin Affan ra.
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu orang yang pertama
kali beriman dengan Rasulullah SAW meskipun dia saat itu masih kecil. Dia
adalah putera Ali bin Abi Thalib paman Rasulullah SAW dan dikawinkan dengan
puterinya yang bernama Fatimah yang dari pihak inilah Rasulullah memperoleh
keturunan. Ali semanjak kecilnya sudah dididik dengan adab dan budi pekerti
Islam, dia termasuk orang yang sangat fasih berbicara dan pengetahuannya juga
tentang Islam sangat luas sehingga tidak heran dia adalah salah satu periwayat
yang terbanyak meriwayatkan hadits Rasulullah SAW.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kisah hidup Ali bin Abi Thalib ra ?
2.
Apa saja sifat-sifat Ali bin Abi Thalib ra ?
3.
Kapan pembaiatan Ali bin Abi Tholib ra ?
4.
Bagaimana kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra serta rintangannya ?
5.
Apa saja jasa-jasa pemerintahan Ali bin Aaabi Thalib ra ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu orang yang pertama
kali beriman dengan Rasulullah SAW meskipun dia saat itu masih kecil. Dia adalah
putera Abu Thalib paman Rasulullah SAW dan dikawinkan dengan puterinya yang
bernama Fatimah yang dari pihak inilah Rasulullah memperoleh keturunan. Ali
semanjak kecilnya sudah dididik dengan adab dan budi pekerti Islam, dia
termasuk orang yang sangat fasih berbicara dan pengetahuannya juga tentang
Islam sangat luas sehingga tidak heran dia adalah salah satu periwayat yang
terbanyak meriwayatkan hadits Rasulullah SAW.[1]
A. Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib lahir di Mekkah 32 tahun sejak
kelahiran Rasulullah dan 10 tahun sebelum kenabian Muhammad bin Abdullah
(Rasulullah). Nama lengkapnya Ali bin Abu Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim
al-Qursy al-Hasyimy. Satu kakek dengan Rasulullah, yaitu kakek pertama; Abdul
Mutholib. Nama panggilannya Abul Hasan, kemudian Rasulullah memberikan nama
panggilan lain, yaitu Abu Turob. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim
bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah
Pada tahun 2 Hijriah, Rasulullah menikahkan dengan
putrinya, Fatimah. Beliau belum pernah menikah ketika menikahi Fatimah hingga
wafatnya Fatimah. Fatimah wafat 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah. Selama
hidupnya beliau menikahi 9 wanita dengan 29 anak; 14 laki-laki dan 15
perempuan. Diantara putra beliau yang terkenal adalah Hasan, Husain, Muhammad
bin al-Hanifah, Abbas dan Umar.
Pada masa jahiliyah (zaman sebelum kedatangan Islam),
beliau belum pernah melakukan kemusyrikan dan perbuatan yang dilarang oleh
Islam. Dalam sejarah kemunculan Islam, beliau termasuk golongan pertama yang
masuk Islam dari anak-anak. Umurnya waktu itu 10 tahun. Pada waktu terjadi
peristiwa hijrah umurnya 23 tahun dan ikut berhijrah bersama Rasulullah.
Setelah wafatnya Utsman akibat serangan yang dilakukan oleh
pembrontak, beliau menjadi kholifah yang keempat pada tahun 35 Hijriah. Selama
4 tahun, 8 bulan dan 22 hari beliau memangku jabatan sebagai kholifah.
Beliau wafat pada tahun 40 Hijriah, tanggal 17 ramadhan,
ketika hendak sholat subuh, di Kuffah (Iraq) setelah dibunuh oleh Abdurrahman
bin Muljam (pengikut Khawarij). Umurnya ketika itu 63 tahun. Beliau wafat
sebagai seorang syahid dan termasuk 10 orang yang dikabarkan akan masuk surga
sebagaimana disabdakan Rasulullah. Mengenai tempat dikuburkannya para sejarawan
berbeda pendapat. Ada yang mengatakan dikubur di Kuffah. Pendapat lain
dikuburkan di Madinah. Ada juga yang mengatakan bukan pada keduanya.[2]
B. Sifat-sifat Ali bin Abi Thalib
Sifat-sifat Ali bin Abu Thalib ra
banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan. Ali ra lahir dan
dibesarkan dilingkungan keluarga Bani Hasyim. Salah satu kabilah terkemukah
dari kaum Quraisy Makkah di zaman jahiliyah.
Nama Ali ketika lahir yang diberikan
ibunya sebenarnya adalah Haidarah, sebagaimana nama ayahnya. Ayah Ali-lah yang
kemudian mengubah menjadi Ali. Dan nama inilah yang mengangkat kemasyhuran di
kelak kemudian hari.
Sejak kecil Ali telah menunjukkan
kecerdasan, dermawan, juga tangkas. Sejak kecil pula telah terbiasah bergaul
dengan para tokoh di masa itu. Tidak berlebihan bila kelak Ali menujukkan jiwa
kepahlawanan yang menonjol.
Perhatian dan kasih sayang Rasulullah
saw menjadikan Ali tumbuh menjadi remaja yang sehat, baik jasmani maupun
rohaninya. Kesehatan yang prima yang tetap terjaga sampai berusia 60 tahun.
Tubuh Ali ra adalah tubuh yang amat
baik. Cerminan dari ketangkasan, kejantanan, dengan postur tubuh tinggi.
Berkulit coklat, rambut besar-besar dengan jenggot panjang. Matanya besar
dengan sinar yang tajam. Keseluruhan menampakkan ketampanan. Apalagi disertai
dengan dada yang bidang dan perut yang tidak kecil tidak pula besar. Tubuhnya
tegak, tetapi jika berjalan selalu menunduk. Lain jika berada di medan
peperangan. Ali ra akan tagak, siap menghadang apa pun yang merintangi
perjuangan yang ditegakkan. Pemberani dan pantang menyerah, serta selalu
berdiri di baris terdepan.
1. Ketahan Ali tehadap udara dapat dibanggakan. Panas ataupun dingin sama
sekali tiada berpengaruh. Bahkan di hari panas, Ali ra biasa memakai pakaian
panas. Jika ditanya bagaimana bisa demikian, Ali menjawab:
“Pada satu kali, ketika sakit mata; Rasulullah
menyuruhku. Saat itu hari Khaibar, Aku pun menyatakan bahwa mataku sakit,
sehingga tak dapat melakukan suruhan itu. Mendengar demikian, Rasulullah
berdoa:
“Allahumma…hilangkan darinya rasa
panas dan dingin.”
“Sejak itulah aku tidak lagi merasakan panas ataupun dinginnya udara,
seperti dirasakan yang lain.”
2.
Keadilan dan kejujuran Ali
Sebenarnya panas dingin
itu ada, tapi kekuatan jasmani Ali ra mampu menahan semua. Pernah pula Ali ra
menggigil karena dinginnya udara. Meskipun gemetaran, Ali ra hanya mengenakan
selimut tipis yang kusut. Haram bin Amarah menceritakan ini. Melihat demikian
ketika Haram masuk ke rumah Ali ra, Haram berkata:
“Ya…Amirul Mukminin! Bukankah Allah swt menyediakan
harta benda untukmu dan keluargamu? Mengapa keadaanmu sampai seperti ini?”
“Demi Allah…! Aku tidak ingin mengambil harta
kalian. Selimut ini aku bawa sejak dari Madinah,” jawab Ali ra.[3]
3.
Ia tidak pernah tergiur sedikitpun oleh urusan-urusan duniawi. Karena
terhadap urusan ini, ia telah memutuskan hubungannya dan telah mengucapkan
selamat berpisah . . .
Ia hidup di dunia sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasulullah saw.18):
“Sejak awal ia
di dunia terlibat dalam perjuangan sengit membela agama Allah”.[4]
4.
Keberanian Ali ra sudah terlihat ketika remaja, jiwa yang pemberani dan
tidak takut mati. Ali pernah menangtang jagoan terkenal Arab di masa itu. Dia
bernama Amru bin Wud. Peristiwanya terjadi pada saat perang Khandak. Sambil
mengenakan baju besi, Amru berkata,
“Hai…kaum muslimin! Siapa yang berani
denganku!”
Tak ada jawaban selain permohonan Ali untuk
menghadapi tantangan itu kepada Rasulullah. Amru kembali berteriak lantang
dengan nada mengejek,
“Hai siapa yang berani!? Mana surge yang kalian
janjikan! Mana…? Tidak ada yang berani!”
Sekali lagi Ali memohon dan tetap tidak diijinkan
Rasulullah. Baru setelah tiga kali tetap tidak ada yang keluar melayani
tantangan Amru, Ali berdiri dan dengan paksa mohon ijin untuk melayani Amru.
Akhirnya Rasulullah pun mengijinkan Ali menghadapi Amru, Amru heran melihat
lawannya masih kecil dan dia bertanya:
“Siapa kau?”
“Ali,” jawab Ali.
“Ali, putra Abdu Manaf?” Tanya Amru
tak percaya.
“Aku…Ali bin Abu Thalib, jawab Ali
dengan tegas.
“Kau anak saudaraku yang masih kecil. Apakah tak ada
yang lebih dewasa darimu. Aku tak mau mencucurkan daarahmu…,” kata Amru.
“Tapi…demi Allah! Aku ingin mencucurkan darahmu di
sini,” balas Ali tegas menantang.
Tentu tantangan anak kecil ini membuat darah Amru
naik ke kepala. Kemarahannya tak terbendung sehingga tanpa aba-aba dia
melayangkan pedang yang mengkilat bagai api ke kepala Ali. Tameng Ali bergerak,
terhindarlah kepala Ali. Sayang, tamengnya pecah dan mengenai kepala Ali.
Secepat kilat, sebelum Amru sempat memperhatiskan yang terjadi, pedang Ali
telah bergerak. Serangan ini tepat mengenai pundak Amru. Robohlah dia tampat
sempat bernafas lagi. Ali, tanpa menghiraukan luka di kepalanya berteriak
mengucapkan takbir “Allahu Akbar…Allahu Akbar!”
Amru bin Wud meninggal ditangisi dan
diratapi saudara perempuannya:
“Jika bukan Ali yang membunuh, aku akan menyesal
seumur hidup. Wajar, kakakku mati di tangan seorang pemuda yang terkenal tiada
bandingnya di tanah ini.”[5]
C. Pembai’atan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Khalif Ali itu adalah khalif keempat
dan terakhir dari suatu daulat (dinasti), yang didalam sejarah Islam, dikenal
dengan daulat Khulafaur Rasyidin. Pengangkatan Khalif Ali itu pada bulan Zulhijjah
tahun 35 H/656 M, dan memerintah selama 4 tahun 9 bulan, menjelang pembunuhan
terhadap dirinya pada bulan Ramadhan tahun 40 H/661 M.
Bai’at berlangsung di Masjid Nabawi.
Zubair ibn Awwam dan Thulhah ibn Ubaidillah konon mengangkat bai’at dengan
terpaksa, dan justru keduanya mengajukan syarat di dalam bai’at itu, bahwa
Khalif Ali akan menegakkan keadilan terhadap para pembunuh Khalif Usman.
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali
itu, perpecahan kongkrit di dalam kalangan Al Shahabi menjadi suatu kenyataan,
dengan pecah beberapa kali sengketa
bersenjata yang menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya itu
bermula lahir sekte-sekte di dalam sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah dan
sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-kelompok politik yang berbedaan paham
dan pendirian tetapi lambat-laun berkembang menjadi sekte-sekte keagamaan,
menpunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu
di dalam beberapa permasalahan Syariat dan Aqidah. Perkambangan tersebut
berlangsung beberapa puluh tahun sepeninggal Khalif Ali ibn Abithalib.[6]
D. Pemerintahan
Pada tahun 35 H,
khalifah Utsman terbunuh dan kaum muslimin secara aklamatis menunjuk Imam Ali
sebagai khalifah dan pengganti Rasululullah SAW dan sejak itu beliau memimpin
negara Islam tersebut. Selama masa kekhalifahannya yang hampir 4 tahun 9 bulan,
Imam Ali mengikuti cara Nabi dan mulai menyusun sistim yang islami dengan
membentuk gerakan spiritual dan pembaharuan.
Dalam merealisasikan
usahanya, beliau menghadapi banyak tantangan dan peperangan, sebab, tidak dapat
dipungkiri bahwa gerakan pembaharuan yang dicanangkannya dapat merongrong dan
menghancurkan keuntungan-keuntungan pribadi dan beberapa kelompok yang merasa
dirugikan.[7]
·
Pemberontakan
Kemudian muncul pemberontakan-pemberontakan di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menyebabkan terjadinya
peperangan antar saudara pertama dalam sejarah Islam, diantaranya;
1. Pemberonakan yang pertama
adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Aisyah yakni dalam perang jamal.
Aisyah telah dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya
menginginkan jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali dianggap
tidak mengusut pembunuhan khallifah ustman dan dianggap membiarkan kasus
pembunuhan usman. Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan
melakukan perundingan akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak
berperang maka perangpun tidak bisa dihindarkan.[8]
Dan akhirnya pasukan Imam Ali
a.s berhasil memenangkan peperangan itu sementara Aisyah "Ummul
Mu'rninin" dipulangkan secara terhormat ke rumahnya.[9]
2.
Pemberontakan yang kedua dilakukan oleh muawiyah bin abu sufyan. pada
masa khalifah Ali, Muawiyah menjabat sebagai gubernur Syam.Perang antara Ali
dan muawiyah ini dinamakan perang shiffin karena terjadi dibukit shiffin.
Keluarga umayah memang tidak setuju dengan diangkatnya khalifah Ali sebagai
khalifah. Keluarga Umayah menginginkan muawiyah menjadi khalifah. Peperangan
ini sebenarnya dimenangkan pasukan Ali tapi ketika hampir kalah pasukan
muawiyah mengangkat tombak yang ujungnya al quran tanda mengajak adanya
perundingan yang kemudian dikenal dengan peristiwa tahkim. Diperistiwa tahkim
ini pihak Ali diwakili Abu musa Al Asyari dan pihak muawiyah diwakili Amr bin
Ash. Setelah perundingan berlangsung diputuskan baik Ali dan Muawiyah akan
dicopot dari jabatannya. Amr bin Ash yang seorang politikus mempersilahkan Abu
musa Al Asyari untuk mengumumkan terlebih dahulu. Kemudian Abu musa Al asyari
menerima tawaran itu dan mengumumkan hasil tahkim bahwa Ali diturunkan dari
jabatannya. Kemudian Amr bin Ash naik ke mimbar dan mengumumkan bahwa dia
mengangkat muawiyah sebagai khalifah. Ini adalah strategi dari seorang Amr bin
Ash yang dengan cerdiknya mengambil kesempatan ini. peristiwa tahkim inilah
yang menyebabkan perpecahan dipihak Ali yakni pengikut Ali terpecah menjadi 2
yaitu Syiah dan khawarij (yang keluar dari Ali). Khalifah Ali berusaha
mengembalikan mereka kepada kebenaran dengan berbagai cara, tapi tidak
berhasil. Akhirnya Ali mengambil keputusan memerangi mereka. Walaupun
diperangi, namun mereka tidak dapat dihancurkan. Bahkan kaum khawarij ini telah
menyusun tim pembunuh 3 orang yang dianggap sebagai pemicu perpecahan
dikalangan umat islam yakni Ali, Muawiyah dan Amr bi Ash. Ali berhasil dibunuh
oleh Abdurrahman bin muljam saat akan Melaksanakan shalat shubuh.[10]
E. Akhir Hayat Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki
kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam
administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan
sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam,
seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali
menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah.
Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia
dikubur di tempat lain.[11]
F. Jasa Khalifah Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah
ALI adalah seorang yang zuhud dan
sederhana. Beliau tidak senang dengan kemewahan hidup, bahkan menentangnya.
Beliau adalah perwira yang cerdas, tangkas dan teguh pendirian dan pemberani.
Berkat keperwiraannya, Ali dijuluki “Ashadullah” yang artinya ‘Singa Allah.
Beliau tegas, tidak segan-segan mengganti pejabat Gubernur yang
dinilainya tidak becus mengurusi kepentingan umat islam. Ali wafat karena
dibunuh oleh Ibnu Muljam dari golongan Khawarij.
Jasa-jasa Ali bin Abu Thalib diantaranya:
1.
mengganti beberapa gubernur yang diangkat oleh Khalifah
Utsman karena semata-mata hubungan kekerabatan, bukan atas kemampuan. Tindakan
ini menimbulkan dampak terpecahnya tiga golongan, yaitu golongan Ali, golongan
Aisyah dan golongan Zubair bin Thalhah. perselisihan antara Ali dan
Aisyahmenyebabkan perang Jamal. selain itu terjadi perang Shiffin yang
melibatkan lebih banyak pihak. akibat perang Shiffin muncullah golongan
Khawarij dan Syiah.
2.
menarik kembali tanah milik negara dan harta baitul maal
yang dibagikan kepada pejabat gubernur, dan mengembalikan fungsinya untuk
kepentingan negara dan kaum lemah;
3.
memerintahkan kepada Abul Aswad Ad duali untuk mengarang
buku tentang pokok-pokok ilmu Nahwu (Qaidah Nahwiyah) untuk mempermudah orang
membaca dan memahami sumber ajaran islam;
4.
membangun kota Kuffah yang kemudian dijadikan pusat
pengembangan ilmu pengetahuan Nahwu, tafsir, dan hadits.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ALI adalah seorang yang zuhud dan
sederhana. Beliau tidak senang dengan kemewahan hidup, bahkan menentangnya.
Beliau adalah perwira yang cerdas, tangkas dan teguh pendirian dan pemberani.
Berkat keperwiraannya, Ali dijuluki “Ashadullah” yang artinya ‘Singa Allah.
Beliau tegas, tidak segan-segan mengganti pejabat Gubernur yang
dinilainya tidak becus mengurusi kepentingan umat islam. Ali wafat karena
dibunuh oleh Ibnu Muljam dari golongan Khawarij.
[1]http://viosixwey.blogspot.com/2013/04/sejarahbiografi-ali-bin-abi-thalib.html
[3]Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq. Solo,
hlm.17-19.
[4]Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Penghidup Khalifah
Rasulullah. 1994, CV Diponegoro. Bandung, hlm. 467 & 470
(18
[5] Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan ALI bin ABU THALIB. 1994, Pustaka Mantiq. Solo, hlm
20-21.
[6] Joesoef Sou’yb, Sejarah
Daulah Khulafaur Rasyidin. 1979, Bulan Bintang. Jakarta, hlm 462-463.
[10]http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/profil.html">Profil</a></li>
0 Response to "MAKALAH ALI BIN ABI THALIB"
Posting Komentar